INFO-PEMBEBASAN
Diterbitkan oleh Partai Rakyat Demokratik (PRD)
Jl. Utan Kayu No. 17 A, Jakarta
Homepage: http://www.peg.apc.org/~prdint1
"PENGAMANAN SWAKARSA" MUNDUR,
AKSI MAHASISWA TERUS BERJALAN, TERJADI BENTROKAN LAGI
Tentara Ditabrak Mobil, Dua Mahasiswa Ditembak
Akhirnya pengamanan swakarsa mundur. Sebelumnya, sudah 2 hari mereka menteror rakyat dengan menggunakan senjata bambu runcing, golok dan samurai, seperti menyerang kampus Universitas Katholik Atmajaya dan kantor DPP Muhammadiyah. Adanya gerombolan itu telah menimbulkan kemarahan banyak pihak. Dialog Nasional, yang terdiri dari Amien Rais, Megawati, Gus Dur dan Sultan Hamengku Buwono, kemarin (10/11/1998) pukul 19.00 menyerukan agar "Pengamanan Swakarsa" dibubarkan saat itu juga. Sementara, sejak siang rakyat secara spontan melawan gerombolan teroris itu. Penduduk di sekitar Tugu Proklamasi, tempat yang sudah dua hari diduduki gerombolan teroris "Pengamanan Swakarsa" mengepung mereka, dan diikuti para aktivis mahasiswa yang jumlahnya puluhan ribu. Sedangkan penduduk di sekitar Universitas Katholik Atmajaya melawan mereka denganmelempari batu, sambil mengejek mereka dengan menunjukan uang kertas (dengan maksud menyindir bahwa mereka adalah gerombolan bayaran). Sementara itu, ketua Masyumi Baru, Ridwan Saidi, menyatakan menolak "Pengamanan Swakarsa" itu. Masyumi Baru, sebagai partai Islam, merasa sakit hati dengan digunakan simbul-simbul agama untuk tujuan politik, mereka menggunakan ikat kepala dengan tulisan Arab "Allahu Akbar" sambil menteror rakyat. Ketua FURKON, salah satu elemen gerombolan "Pengamanan Swakarsa", menyatakan menarik mundur massanya, tapi juga menuntut agar mahasiswa berhenti melakukan unjuk rasa.
Namun penarikan mundur gerombolan "Pengamanan Swakarsa" itu tidak membuat penolakan Sidang Istimewa MPR reda. Hari ini, aliansi AKRAB, yang terdiri dari KOBAR, FORBES, FAMRED, KOMRAD, KPM, Koalisi Nasional, KB-UI, dan lain-lain melakukan aksi dari Jl. Diponegoro menuju gedung DPR/MPR tempat para "wakil rakyat" boneka Soeharto mengadakan Sidang Istimewa. Jumlah massa lebih dari 10 ribu orang. Pada pulul 16.30, di Jalan Imam Bonjol, mereka dihadang oleh ratusan Batalyon Armed. Tentara semakin represif.
Massa mahasiswa marah ingin menjebol blokade militer. Terjadi perdebatan antara para kolap (komandan lapangan) dengan massa, apakah mereka berhenti ataukah menjebol blokade itu, karena negosiasi tidak menghasilkan apa-apa. Akhirnya diadakan rapat presidium untuk mengambil keputusan. Presidium memutuskan tidak menjebol blokade, sementara mayoritas massa menginginkan menjebol blokade. Karena massa tidak puas, mereka menyatakan terus maju menuju Gedung MPR. Sebuah mobil yang dikendarai Anas, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) terus maju untuk menjebol blokade, tentara terus menghalang-halangi, akibatnya 7 tentara tertabrak. Sementara itu, massa yang sudah jengkel dengan tentara terus maju. Tentara yang sudah represif semakin membabi buta, dan akhirnya terjadi bentrok fisik. Tentara menembakkan peluru tajam. Dua orang mahasiswa tertembak dan belum diktahui nasibnya. Sementara itu para wartawan dihalau, seorang fotografer kantor berita pemerintah, Antara, kameranya diijak-injak dan dipukuli 4 orang tentara sehingga kritis dan diperkirakan tangannya patah. Tentara mengatakan "wartawan anjing, wartawan anjing !"
Anas kini ditangkap oleh tentara, belum jelas nasibnya.
Sementara itu, mahasiswa terus berusaha menuju gedung MPR, dengan cara mencari jalan lain. Namun semua jalan telah diblokade, akibatnya para mahasiswa tertahan di pertigaan Jl. Imam Bonjol dengan Jl. Sudirman (samping gedung Bank BPD). Sampai pukul 19.00 malam, mahasiswa masih bertahan. Namun akhirnya kembali ke Tugu Proklamasi yang kemarin mereka rebut dari tangan gerombolan "Pengamanan Swakarsa".
Aksi akan terus dilanjutkan.
SIDANG ISTIMEWA SEMAKIN TIDAK MUTU
Sementara itu, suasana dalam Sidang Istimewa semakin nampak bahwa itu hanya boneka Soeharto. Tidak ada perdebatan yang berarti dan tidak ada tanda-tanda akan ada keputusan yang memuaskan rakyat. Hari ini mereka membahas rancangan-rancangan ketetapan, tanpa membahas usulan-usulan dari kelompok oposisi moderat yang masih percaya Sidang Istimewa. Mereka tidak akan mengganti Habibie, namun akan memilih wakil preisiden baru. Bahkan mereka menyiapkan ketetapan yang memberi mandat Habibie, loyalis Soeharto, untuk memeriksa kekayaan Soeharto. Sementara itu, sikap mereka terhadap Dwi Fungsi ABRI tidak menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Mereka menyetujui pencabutan Dwi Fungsi ABRI dicabut secara bertahap. Ancaman walk-out PPP kalau rantap mereka tidak disetujui belum dilaksanakan. Nampaknya, para anggota MPR sama-sama ketakutan terhadap adanya perubahan yang lebih besar.
Kelompok mahasiswa dari Universitas Jaya Baya, yang tidak menolak SI MPR, mengadakan aksi ke Gedung DPR. Mereka diterima dialog. Mahasiswa itu mengajukan beberapa tuntutan untuk dibahas di SI MPR, dan mengancam akan memobilisasi massa jika tuntutannya tidak diterima.
Penolakan Sidang Istimewa, secara tegas dilakukan oleh Forum Partai Politik. Ke-14 partai yang terganung dalam Forum Parpol itu, meyatakan menolak hasil Sidang Istimewa apapun keputusannya. Sebab, Sidang Istimewa tersbut hanya boneka Soeharto.
Sesungguhnya, para anggota MPR secara tak sadar sedang melakukan delegitimasi terhadap lembaganya sendiri. Dengan adanya Sidang Istimewa yang hanya untuk menguatkan status quo itu, semakin membuat rakyat sadar bahwa MPR hanya boneka Soeharto. Sistem politik lama semakin tidak mendapat dukungan rakyat.
Sebagai gantinya, sistem politik baru semakin menjadi tuntutan. Sebagian kalangan, seperti Partai Uni Demokrasi Indonesia, menyerukan agar dibentuk Presidium sebagai pemerintahan sementara. Para mahasiswa yang "memaksa" 4 tokoh nasional untuk membentuk presidium, tidak berhasil. Ternyata 4 tokoh itu masih percaya dengan sistem lama. Sedangkan Ketua Partai Uni Demokrasi Indonesia, Sri Bintang Pamungkas, tidak hadir dalam tersebut, melainkan menyerukan agar dibentuk MPR tandingan.
Sementara itu, di Lampung para petani sudah membentuk lembaga perwakilan sendiri, Dewan Tani. Sudah beberapa hari ini, Dewan Tani Lampung menduduki kantor gubernur Lampung. Mereka mengeluarkan sebuah manifesto yang isinya perlunya para petani membentuk lembaga perwakilan sendiri, yang berjenjang dari tingkat Desa sampai Nasional.
Jauh dari Lampung, di salah satu desa di Wonogiri, Jawa Tengah, rakyat telah membentuk pemerintahan Desa Tandingan. Mereka menolak pemerintahan desa yang lama, dan membentuk pemerintahan sendiri.
Kebangkrutan sistem lama terus berlangsung, sistem baru sedang ditawarkan. Seorang tokoh konservatif pernah menyatakan menolak sistem baru, katanya sistem baru belum tentu lebih baik. Tapi, persoalannya adalah sistem lama sudah bangkrut, apakah kita menunggu chaos ? **